Beberapa waktu yang lalu saya dan seorang teman berkunjung ke kota Palembang. Kali ini tujuan saya bukan untuk mudik ke kampung halalam ibu saya, tetapi benar-benar karena ingin berlibur. Sementara itu teman saya ‘Ibdaria’ memiliki urusan kantor yang harus diselesaikan di kantor BKN yang ada di Palembang. Maka hari itu, minggu tanggal 6 Maret pukul 10.00 berangkatlah kami menuju Palembang dengan travel.
Tak ada hal istimewah yang kami temui saat perjalanan, saya lebih memilih menghabiskan waktu dengan tidur karena kebetulan malamnya begadang hingga pukul 02.00. Sementara itu Ibda sibuk dengan Nokia-nya, SMSan dan facebookan, sebelum akhirnya ikut tertidur di samping saya.
Malam telah merambat mendekati pukul 22.00 saat kami tiba di kota empek-empek itu. Kak Patra, suami teman Ibda yang kebetulan tinggal di Palembang telah menanti kedatangan kami sejak lama. Mengingat hari telah malam dan kami terlihat cukup letih, maka Kak Patra langsung mengantar kami ke hotel tempat kami akan menginap.
Keesokan harinya saya dan Ibda diantar Kak Patra dan Eka (istri Kak Patra yang adalah temannya Ibda) ke BKN untuk menyelesaikan urusan Ibda terlebih dahulu. Dengan mobil sedannya kami meluncur ke kantor BKN di kawasan Jakabaring. Untuk hari itu, Eka dan Kak Patra yang kebetukan memang sekantor bersedia menyisihkan waktunya menemani kami, mencuri-curi kesempatan untuk bisa keluar dari kantor dengan alasan ada urusan (sebenarnya bukan alasan yang dibuat-buat karena kebetulan mereka juga punya urusan di luar kantor, hanya saja urusan mereka sebenarnya tidak membutuhkan waktu hingga berjam-jam lamanya hehehe).
Sayangnya ternyata berurusan dengan orang-orang BKN tidaklah semua yang kami pikirkan, apalagi saat itu para pejabat yang berkepentingan sedang mengikuti pelatihan selama tiga hari. Memang sih pelatihan itu diadakan di BKN juga, tapi tetap saja kami tidak bisa sembarangan menemui mereka. Akhirnya kami harus bolak-balik dan menunggu untuk beberapa jam. Saat itulah kami memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, tentu saja dengan baju dinas yang masih melekat di badan (terkecuali saya tentunya).
Di kawasan Jakabaring terdapat Stadion kebanggan masyarakat Palembang, namanya Gelora Sriwijaya. Ke sanalah tujuan kami. Ternyata stadion itu sedang mengalami perbaikan dan perluasan sebagai persiapan salah satu Event Olahraga pada bulan November mendatang. Alhasil kami hanya bisa mengambil beberapa foto saja. Sebenarnya tak jauh dari kawasan itu juga terdapat sebuah danau, namanya Danau Opi. Tapi karena saat itu adalah hari kerja dan matahari sedang benar-benar terik, sudah dapat dipastikan danau itu sepi pengunjung. So kami tidak membatalkan niat mengunjunginya.
Siangnya, setelah memastikan bahwa urusan di BKN benar-benar tidak dapat diseelsaikan hari itu juga, maka kami beranjak pulang. Chek Out dari hotel, makan siang kemudian diantar ke kost Rahma, salah seorang rumah teman lama waktu SMA yang kebetulan kuliah di Palembang dan sedang menjalani Coas KG (Kedokteran Gigi) di salah satu Rumah Sakit (Seperti yang saya bilang tadi, kali ini saya berniat untuk liburan dan jalan-jalan bukan mudik untuk mengunjungi keluarga ibu saya. jadi saya lebih memilih tinggal di kost teman daripada di rumah salah seorang saudara saya). Sementara itu Eka dan Kak Patra kembali ke kantornya untuk kembali bekerja.
Sore, ketika jam kantor usai mereka berdua menjemput kami lagi di rumah Rahma, sore itu rencananya kami akan mendatangi Pulau Kemaro. Rahma kami paksa untuk ikut bersama kami. Ternyata, selama kuliah dan tinggal beberapa tahun di Palembang, Rahma sama sekali belum pernah ke Pulau Kemaro. Sama seperti saya yang setiap mudik ke Palembang gak pernah jalan-jalan, Cuma sekedar keliling ke rumah sodara-sodara dan paling banter masuk keluar mall dan berburu sedikit oleh-oleh. Just it.
Ok, kembali lagi ke cerita tentang Pulau Kemaro.
Pulau Kemaro sangatlah terkenal di Palembang, tempat terdapat sebuah klenteng Hok Cang Bio yang begitu indah dan terkenal hingga mancanegara. Selain itu di sana juga terdapat sebuah pohon yang dinamakan Pohon Cinta. Untuk sampai ke Pulau Kemaro, kami diharuskan menyeberangi Sungai Musi dengan naik Ketek (ketek di sini maksudnya bukan ketiak loh hehehe), sejenis alat transportasi air yang banyak terdapat di pinggir Sungai Musi. Lumayan jauh dan memakan waktu lama kalo naik ketek dari daerah bawah Jembatan Ampera yang terkenal itu. Maka kami memutuskan naik ketek dari daerah Pusri, yang hanya memakan waktu sekitar 5 menit.
Sungguh terpesona melihat klenteng yang berdiri megah di pulau itu. Hanya saja ketika menginjakkan kaki di pulau kecil itu, saya sudah merasa tidak nyaman karena ada bau tak sedap yang begitu mengganggu penciuman. Ntah bau apa! Walau begitu tetap saja tidak mengurangi kenarsisan kami saat mengabadikan diri dengan latar belakang klenteng Hok Cak Bio tersebut. Serasa ada di Thailand atau di mana gitu hohoho.. (ngayal).
Keberadaan kami di pulau itu hanya sebentar. Karena hari menjelang magrib, maka kami segera kembali lagi ke seberang, meninggalkan pulau yang kata orang tak pernah dilanda banjir itu.
Sepulang dari sana, kami menuju rumah Eka dan Kak Patra yang berada di kawasan Sako. Sementara mereka membersihkan diri dan berganti pakaian, kami bergiliran melaksanakan sholat magrib. Setelah semua selesai, kami pun bersiap keluar lagi melanjutkan perjalanan kami. Kami berhenti untuk makan malam bersama di sebuah tempat lesehan yang rame, mungkin karena di sana harganya rada miring. Dan sibuklah kami menyantap makan malam kami sambil bercerita ngalor-ngidul gak tau juntrungan.
Setelah perut kenyang, Kak Patra membawa kami berkeliling kota Palembang dengan mobilnya. Sesekali Eka menunjuk gedung atau tempat yang kami lewati sambil menjelaskan namanya. Terakhir mobil memasuki kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) yang berdampingan dengan Jembatan Ampera. Kami nongkrong di sana malam itu, seperti yang kebanyakan dilakukan orang lain. Asli Rame! Setau saya tempat itu memang tidak pernah sepi pengunjung, mulai dari sore hingga tengah malam. Pemandangan Jembatan Ampera yang penuh lampu berwarna-warni begitu indah bila dilihat pada malam hari, membuat orang betah berlama-lama duduk di sana.
Well, setelah malam kian larut kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Masih ada hal yang harus dikerjakan esok hari, masih banyak waktu yang bisa kami habiskan untuk ngobrol bersama lagi. Cukup untuk hari ini.
0 komentar:
Posting Komentar