Aku tak tahu kenapa aku bisa berada di sini, pada sebuah cerita yang bukan aku tokoh utamanya, bukan pula si penulisnya. Apa? Oh bukan... aku juga bukan pembaca. Karena aku bukanlah orang yang membaca sebuah cerita dan pasrah menerima ending yang dituliskan oleh penulis. Editor? Hmmm... mungkin itu lebih tepat. Baiklah, jadi anggap saja aku editornya. Deal?
Seperti yang aku katakan tadi, aku bukan si tokoh utama. Seseorang telah tanpa sengaja memperkenalkan diri sebagai penulis yang sekaligus tokoh utama dalam ceritanya. Tanpa diminta penulis itu menceritakan sebuah kisah, lengkap dengan penokohan, alur, setting, konflik dan sebagainya. Aku bahkan tak tahu kenapa pula aku yang dipilih olehnya. Ia mendengarkan pendapatku, membiarkanku mengoreksi beberapa bagian dan memintaku untuk menambahkan beberapa hal guna menyempurnakan ceritanya.
Aku memang tak terlibat langsung dalam cerita ini, aku hanya mengetahui kisah ini saat ia, si penulis, telah menyelesaikan beberapa bab dan berhenti di satu bagian yang membuatnya bingung untuk menentukan ending cerita. Padahal naskah tersebut seharusnya sudah akan diterbitkan. Well, karena aku sudah berada disini -di samping penulis dan di antara jalinan cerita- maka biarkanlah aku 'menyarankan' sebuah ending yang baik untuk cerita ini. Boleh ya? Ini hanya saran saja, jadi tak diterima pun tak mengapa :)
Menurutku tidaklah bijak jika penulis membiarkan akhir cerita ini 'menggantung'. Bagaimana mungkin penulis membiarkan tokoh utama berpisah dengan kekasihnya yang pergi menghilang begitu saja tanpa ada kalimat penjelas, tanpa memberi tahu siapa yang salah dan apa kesalahannya? Janggal sekali kedengarannya, lebih seperti sebuah cerita yang belum terselesaikan. Dan tentu saja itu akan mengecewakan pembaca yang membaca cerita ini.
Aku pikir sebaiknya kedua tokoh ini harus bertemu, agar tak lagi diam-diam masih saling merindu, agar hilanglah segala ragu, agar jarak diantara mereka tak terasa kian menjauh. Aku pikir mereka harus bicara untuk menuntaskan masalah, agar tiada rasa bersalah tertinggal menyesakkan dada, agar segala tanya yang ada menemukan jawabnya, agar mereka tahu apakah masih saling mencinta. Dan setelah itu, terserah pada mereka apakah memutuskan untuk tetap berpisah atau melanjutkan hubungan mereka.
Atau kisah mereka mungkin usai tapi penulis bisa tetap melanjutkan ceritanya dengan menghadirkan tokoh baru, misalnya aku. Bisa saja kan? Toh sebagai penulis dia bebas mengembangkan cerita yang ditulisnya. Tidak menutup kemungkinan bila sebuah cerita pendek akhirnya menjadi sebuah novella atau malah novel. Dan hal itu akan membuat keterlibatanku dalam cerita ini nantinya bukan hanya sebagai editor lagi, melainkan sebagai tokoh yang merangkap menjadi editor. Ya tentu saja itu jika memang aku yang dihadirkan menjadi tokoh baru dalam ceritanya oleh Penulis hehe :p
rheadrina
Kost, 25032013
Seperti yang aku katakan tadi, aku bukan si tokoh utama. Seseorang telah tanpa sengaja memperkenalkan diri sebagai penulis yang sekaligus tokoh utama dalam ceritanya. Tanpa diminta penulis itu menceritakan sebuah kisah, lengkap dengan penokohan, alur, setting, konflik dan sebagainya. Aku bahkan tak tahu kenapa pula aku yang dipilih olehnya. Ia mendengarkan pendapatku, membiarkanku mengoreksi beberapa bagian dan memintaku untuk menambahkan beberapa hal guna menyempurnakan ceritanya.
Aku memang tak terlibat langsung dalam cerita ini, aku hanya mengetahui kisah ini saat ia, si penulis, telah menyelesaikan beberapa bab dan berhenti di satu bagian yang membuatnya bingung untuk menentukan ending cerita. Padahal naskah tersebut seharusnya sudah akan diterbitkan. Well, karena aku sudah berada disini -di samping penulis dan di antara jalinan cerita- maka biarkanlah aku 'menyarankan' sebuah ending yang baik untuk cerita ini. Boleh ya? Ini hanya saran saja, jadi tak diterima pun tak mengapa :)
Menurutku tidaklah bijak jika penulis membiarkan akhir cerita ini 'menggantung'. Bagaimana mungkin penulis membiarkan tokoh utama berpisah dengan kekasihnya yang pergi menghilang begitu saja tanpa ada kalimat penjelas, tanpa memberi tahu siapa yang salah dan apa kesalahannya? Janggal sekali kedengarannya, lebih seperti sebuah cerita yang belum terselesaikan. Dan tentu saja itu akan mengecewakan pembaca yang membaca cerita ini.
Aku pikir sebaiknya kedua tokoh ini harus bertemu, agar tak lagi diam-diam masih saling merindu, agar hilanglah segala ragu, agar jarak diantara mereka tak terasa kian menjauh. Aku pikir mereka harus bicara untuk menuntaskan masalah, agar tiada rasa bersalah tertinggal menyesakkan dada, agar segala tanya yang ada menemukan jawabnya, agar mereka tahu apakah masih saling mencinta. Dan setelah itu, terserah pada mereka apakah memutuskan untuk tetap berpisah atau melanjutkan hubungan mereka.
Atau kisah mereka mungkin usai tapi penulis bisa tetap melanjutkan ceritanya dengan menghadirkan tokoh baru, misalnya aku. Bisa saja kan? Toh sebagai penulis dia bebas mengembangkan cerita yang ditulisnya. Tidak menutup kemungkinan bila sebuah cerita pendek akhirnya menjadi sebuah novella atau malah novel. Dan hal itu akan membuat keterlibatanku dalam cerita ini nantinya bukan hanya sebagai editor lagi, melainkan sebagai tokoh yang merangkap menjadi editor. Ya tentu saja itu jika memang aku yang dihadirkan menjadi tokoh baru dalam ceritanya oleh Penulis hehe :p
rheadrina
Kost, 25032013
2 komentar:
Editornya sangat brkuasa. penulisnya harus nurut sama editornya, biar naskahnya lekas terbit. harusnya begitu.
pokoknya jangan macem2 sm editor, apalagi editornya si miss travelling ini.
Penulis, samperin edtornya,buat negoisasi.
atau...
editornya aja yg nyamperin si penulis,biar cpet kelar :D
#hmmm..hanya menonton
Haha.. ngomong apa kau ini. nggak ada hubungannya editor sm travelling. ngawur! :P
kau bukan penonton tapi pembaca. ini bukan film bro, tapi cerita.
Posting Komentar