Don’t Judge The Book By Its Cover! Well, Faktanya itu yang menjadi point pertama (bukan yang utama) ketika saya memilih buku; cover (judul dan gambar sampul). Jika menarik maka saya akan membaca sinopsis di halaman belakangnya atau bahkan mencari referensi buku tersebut, jika suka saya akan melihat harganya dan jika merasa sesuai dengan kemampuan isi kantong saya maka saya akan membelinya. Apakah hal itu yang mendasari cara pandang saya dalam menilai seseorang? Entahlah, maybe yes maybe no! Bisa saja sih...
Saya akan memberi sedikit gambaran dari pernyataan saya di atas. Ketika saya pertama kali bertemu seseorang, yang terlihat tentu saja penampilannya (sebut saja fisiknya), tapi tidak hanya itu. Analoginya begini, bila pada saat memilih buku, setelah melihat cover saya akan membaca sinopsisnya dan/atau membaca referesni buku tersebut, maka terhadap seseorang saya akan mencari tahu tentang dirinya dan kehidupannya. Kemudian saya akan membandingkan dengan diri saya, kehidupan saya dan kemampuan saya untuk mengimbanginya. Jika saya merasa cocok maka pilihan saya akan jatuh pada orang tersebut. Hmmm...mungkin terlihat sederhana tapi sebenarnya tidak sesederhana itu.
Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan ketika saya memberi penilaian terhadap seseorang (khususnya ketika akan memilih pasangan hidup). Ketertarikan pada penampilan seseorang bukan hanya masalah apakah orang tersebut ganteng atau jelek; memiliki kulit putih, sawo matang, atau bahkan hitam legam; berpostur tinggi atau pendek; kurus atau gendut; dan sebagainya yang menyangkut fisik semata. Ketertarikan itu lebih pada aura yang terpancar dari wajah dan kharisma yang dimilikinya.
Proses selanjutnya adalah mencari tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan orang tersebut: sifatnya, cara pandangnya, keluarganya, pekerjaannya, aktivitasnya, pergaulannya, dan semuanya. Maka untuk mengenalnya tentu diperlukan interaksi dan komunikasi yang intens, agar dapat mendengar substansi dari perkataannya, menilai kualitas dari pemikirannya dan melihat langsung tindakannya sebagai bentuk nyata bukan omong kosong belaka. Tentu saja dalam hal ini saya harus lebih bijak dengan menjadikan mata hati sebagai penglihatan saya.
Jika saya sudah merasa mengenal kepribadian dibalik sosok itu, maka saya akan membandingkan dengan diri saya. Apakah saya mampu untuk mengimbanginya atau tidak. Karena saya percaya, seseorang yang telah ditakdirkan menjadi jodoh saya merupakan cerminan dari diri saya sendiri. Setiap orang pasti menginginkan yang terbaik untuk menjadi pasangannya begitu juga dengan saya. Saya [mungkin] termasuk orang yang ‘pemilih’ (hal itu penting agar tak salah pilih) hanya saja saya harus tetap sadar diri. Saya tak ingin memaksakan kehendak saya untuk mendapatkan sesuatu diluar batas kemampuan saya untuk memilikinya. Seperti halnya ketika memilih buku, walau buku itu bagus dan saya suka, saya tak selalu membelinya bila memang uang saya tak cukup atau menurut saya harganya terlalu mahal untuk ukuran kantong saya. Begitu juga dengan seseorang yang saya harapkan menjadi pendamping hidup saya nanti, saya tak akan memaksakan diri untuk memiliki orang tersebut walau saya menyukainya. Bila memang saya merasa tak mampu untuk mengimbanginya, saya akan mundur teratur dan mencoba mencari yang lain.
Btw, saya kok jadi ngelantur ya? Niatnya bikin artikel malah jadi curcol gini. Lagi pula setelah saya pikir-pikir, sepertinya memilih buku dan memilih pasangan hidup itu bukanlah dua hal yang cocok untuk diperbandingkan. Itu tentang dua hal yang berbeda. Sangat jauh berbeda.
Intinya saya cuma mo bilang: “Don’t Judge The Book By Its Cover!” Jangan pernah menilai sesuatu [hanya] dari tampilan luarnya! Karena terkadang hal yang abstrak lebih sering benar dari hal yang konkrit.
0 komentar:
Posting Komentar