15 Apr 2012

Merindu

Diposting oleh Drina at 22.06 0 komentar

Sungguh aku ingin menuliskan berlembar-lembar halaman diaryku dengan segala hal yang ku temui sepanjang tahun-tahun yang kulalui tanpamu, tanpa kehadiranmu, tanpa kamu di sisiku. Tapi tidak, tidak dengan hati yang selalu ku penuhi dengan rindu dan tangisan pilu yang ku sembunyikan darimu, tidak dengan asa yang terus memenuhi pikiranku tentang dirimu dan hasrat untuk (setidaknya) sekali saja bisa bertemu denganmu; melihat senyummu, mendengar suaramu, menikmati gelak tawamu dan mensejajari langkahmu. Tidak dengan segala bayang-bayang dan kenangan yang pernah ada.
Tolonglah, ku mohon izinkan aku menuntun langkah kaki ini dengan kamu sebagai tujuanku. Aku ingin berada di kota yang sama denganmu, tempat kita bertemu, bersama, lalu berpisah bertahun-tahun yang lalu. Sebelum akhirnya ku simpul benang-benang ingatan untuk mencoba merangkai kata, menyusun prosa lalu melupakannya begitu saja.
Ah... mungkin aku memang terlalu terbiasa, terbiasa dengan perhatian dan kasih sayangmu, terbiasa bermanja denganmu, terbiasa dengan keberadaanmu di sisiku, terlalu terbiasa untuk tidak bersikap dewasa. Aku memang selalu terbiasa dengan segala hal yang kau anggap biasa, walau menurut orang lain hal itu benar-benar tak seharusnya.
Kau tau apa yang kurasakan saat ini? kehilangan. Seperti ada yang hilang dari perasaanku, hilang dari hidupku. Perasaan kehilangan yang teramat sangat ketika ku sadari bahwa aku sendiri di sini, hanya berteman dengan sunyi dan pikiranku sendiri, dan merasa terbebani dengan janji-janji yang sama sekali tak ingin ku penuhi. Kehilangan yang membuatku hilang arah dan tak tahu tujuan hidupku. Ya, aku memang seperti seorang pesakitan. Sakit jiwa yang kronis karena terobsesi memilikimu dan menjadi milikmu. Terdengar mengerikan bukan? Tapi aku tak peduli, tak peduli untuk mengerti apa yang tidak kau mengerti.
Ada saat-saat dimana aku butuh teman bicara, seseorang yang bisa kujadikan tempat bertanya, seseorang yang bisa ku ajak berdiskusi tentang apa saja, seseorang yang selalu tak dapat ku kalahkan (bisa jadi kau tak ingin mengalah dan memang tak terkalahkan), seseorang yang bersedia mendengar aku bercerita dan berkeluh kesah, seseorang yang selalu mampu menghapus airmata dan mengukir senyum di wajahku, seseorang yang menjadi sandaranku dan senantiasa melindungiku, seseorang yang selalu ada di sampingku kapan pun aku butuh. Seseorang seperti dirimu. Tapi tidak ku temukan. Mungkin karena hati dan pikiranku hanya tertuju pada dirimu saja.
Tidakkah kau merindukanku? Atau pernahkah kau teringat padaku? Kenapa kau tak pernah menghubungiku untuk sekedar menanyakan kabarku. Sebegitu tak perdulikah kau padaku? Padahal hampir setiap detik aku memikirkanmu, selalu berharap bisa bertemu denganmu.  Dan membahasakan lagi rindu yang tak lagi utuh.


1 Apr 2012

Don’t Judge The Book By Its Cover

Diposting oleh Drina at 19.19 0 komentar

Don’t Judge The Book By Its Cover! Well, Faktanya itu yang menjadi point pertama (bukan yang utama) ketika saya memilih buku; cover (judul dan gambar sampul). Jika menarik maka saya akan membaca sinopsis di halaman belakangnya atau bahkan mencari referensi buku tersebut, jika suka saya akan melihat harganya dan jika merasa sesuai dengan kemampuan isi kantong saya maka saya akan membelinya. Apakah hal itu yang mendasari cara pandang saya dalam menilai seseorang? Entahlah, maybe yes maybe no! Bisa saja sih...
Saya akan memberi sedikit gambaran dari pernyataan saya di atas. Ketika saya pertama kali bertemu seseorang, yang terlihat tentu saja penampilannya (sebut saja fisiknya), tapi tidak hanya itu. Analoginya begini, bila pada saat memilih buku, setelah melihat cover saya akan membaca sinopsisnya dan/atau membaca referesni buku tersebut, maka terhadap seseorang saya akan mencari tahu tentang dirinya dan kehidupannya. Kemudian saya akan membandingkan dengan diri saya, kehidupan saya dan kemampuan saya untuk mengimbanginya. Jika saya merasa cocok maka pilihan saya akan jatuh pada orang tersebut. Hmmm...mungkin terlihat sederhana tapi sebenarnya tidak sesederhana itu.
Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan ketika saya memberi penilaian terhadap seseorang (khususnya ketika akan memilih pasangan hidup). Ketertarikan pada penampilan seseorang bukan hanya masalah apakah orang tersebut ganteng atau jelek; memiliki kulit putih, sawo matang, atau bahkan hitam legam; berpostur tinggi atau pendek; kurus atau gendut; dan sebagainya yang menyangkut fisik semata. Ketertarikan itu lebih pada aura yang terpancar dari wajah dan kharisma yang dimilikinya.
Proses selanjutnya adalah mencari tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan orang tersebut: sifatnya, cara pandangnya, keluarganya, pekerjaannya, aktivitasnya, pergaulannya, dan semuanya. Maka untuk mengenalnya tentu diperlukan interaksi dan komunikasi yang intens, agar dapat mendengar substansi dari perkataannya, menilai kualitas dari pemikirannya dan melihat langsung tindakannya sebagai bentuk nyata bukan omong kosong belaka. Tentu saja dalam hal ini saya harus lebih bijak dengan menjadikan mata hati sebagai penglihatan saya.
Jika saya sudah merasa mengenal kepribadian dibalik sosok itu, maka saya akan membandingkan dengan diri saya. Apakah saya mampu untuk mengimbanginya atau tidak. Karena saya percaya, seseorang yang telah ditakdirkan menjadi jodoh saya merupakan cerminan dari diri saya sendiri. Setiap orang pasti menginginkan yang terbaik untuk menjadi pasangannya begitu juga dengan saya. Saya [mungkin] termasuk orang yang ‘pemilih’ (hal itu penting agar tak salah pilih) hanya saja saya harus tetap sadar diri. Saya tak ingin memaksakan kehendak saya untuk mendapatkan sesuatu diluar batas kemampuan saya untuk memilikinya. Seperti halnya ketika memilih buku, walau buku itu bagus dan saya suka, saya tak selalu membelinya bila memang uang saya tak cukup atau menurut saya harganya terlalu mahal untuk ukuran kantong saya. Begitu juga dengan seseorang yang saya harapkan menjadi pendamping hidup saya nanti, saya tak akan memaksakan diri untuk memiliki orang tersebut walau saya menyukainya. Bila memang saya merasa tak mampu untuk mengimbanginya, saya akan mundur teratur dan mencoba mencari yang lain.
Btw, saya kok jadi ngelantur ya? Niatnya bikin artikel malah jadi curcol gini. Lagi pula setelah saya pikir-pikir, sepertinya memilih buku dan memilih pasangan hidup itu bukanlah dua hal yang cocok untuk diperbandingkan. Itu tentang dua hal yang berbeda. Sangat jauh berbeda.
Intinya saya cuma mo bilang: “Don’t Judge The Book By Its Cover!” Jangan pernah menilai sesuatu [hanya] dari tampilan luarnya! Karena terkadang hal yang abstrak lebih sering benar dari hal yang konkrit.

 

Peoplecuek's Blog Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | Best Kindle Device