11 Nov 2011

Sebab Aku Adalah Puisi

Diposting oleh Drina at 10.42 0 komentar
Sebab aku adalah puisi
Ruh jiwaku adalah syair-syair kebebasan

Sebab aku adalah puisi
Penyuara isi hati lewat kiasan

Sebab aku adalah puisi
Dengan diksi dan kata sebagai kepingan rasa;

Sebab aku adalah puisi
Yang tersusun oleh bait-bait rima sebuah cerita

Sebab aku adalah puisi
Keindahan yang tak selalu bisa kau mengerti.

29 Okt 2011

It's About U, Reina...

Diposting oleh Drina at 21.05 0 komentar
Dear Reina...
Aku tak tau dimana sekarang kau berada, aku yang melepaskan dirimu dan aku yang pergi dari kehidupanmu. Aku tak pernah bermaksud menyakiti hatimu. Mungkin kau tak percaya, tapi hingga detik ini aku tak pernah melupakanmu.

#Hujan
Hujan selalu mengingatkanku pada dirimu. Kenapa? Karena hujan yang mempertemukan kita. Beberapa tahun yang lalu di suatu sore aku menghentikan laju mobilku di tengah jalan hanya karena melihat sosok mungilmu yang basah kuyup dengan tubuh menggigil. Saat itu aku menemukanmu menangis di bawah guyuran air hujan, tapi dengan senyum yang terukir di ujung bibirmu. Aneh sekali. Kau tak peduli ketika aku turun dari mobil dan mendekatimu. Bahkan kau tak merasa terusik sama sekali dengan kehadiranku.

Satu setengah jam lamanya kita duduk bersebelahan dalam diam. Aku sama sekali tak berniat menanyakan apa yang kau lakukan di sana dan mengapa kau menangis. Aku hanya ingin menemanimu, hanya itu. Aku tak tau kenapa sosokmu begitu menarik perhatian hingga aku rela membiarkan diriku berada di tengah hujan yang kian menderas, padahal sebelumnya aku sangat membenci hujan. Dan sejak saat itu, ketika hujan turun – kapan pun dan dimana pun aku berada – mataku selalu mencari sosokmu.

#Pantai
Kau sering menghabiskan waktu di pantai, berjalan di atas butiran pasir sambil mencari kerang atau berlari-lari kecil mengejar kepiting. Tak jarang kau terlihat asyik bermain air laut sendirian dan tak peduli walau teriknya matahari membuat kulitmu yang coklat semakin menggelap. Di lain waktu kau akan duduk di bawah pohon pinus hanya untuk menikmati angin sepoi yang bertiup semilir sambil menikmati jagung bakar dan es kelapa muda. Bahkan sebenarnya aku pun tau kau sering berdiri di atas karang dan berteriak kencang sekali, lalu membiarkan suaramu hilang ditelan deru suara ombak. Sungguh cara yang unik tapi cukup ampuh untuk melepaskan kekesalan dan beban di hatimu. Sepertinya pantai selalu bisa menentramkan suasana hatimu.

#Senja
Kau suka senja, itu yang aku tau. Kau sering duduk menghabiskan waktu di balik jendela menunggu sang magrib tiba, persis seperti yang aku lakukan kali ini. Semburat jingga bermegah yang berarak menyongsong sang waktu selalu menarik perhatianmu. Kau pernah katakan: “Senja adalah batas waktu” dan aku mulai memahami hal itu.

#Bintang
Kau selalu memberikan satu bintang kepadaku setiap kali kita pulang dari planetarium. Aku mengumpulkan bintang-bintang itu dan menyimpannya di dalam sebuah kotak kecil. Aku tak ingat berapa kali aku menemanimu ke planetarium, sama halnya aku tak ingat kapan terakhir aku meletakkan bintang ke dalam kotak itu. Bahkan aku melupakan kotak itu untuk waktu yang cukup lama.

Ada tiga belas bintang dengan berbagai ukuran yang ku temukan di dalam kotak itu beberapa waktu yang lalu. Entahlah apakah ada unsur kesengajaan atau tidak (aku tak tau), tapi di antara ketigabelas bintang itu ada satu bintang yang terlihat berbeda. Bintang yang tetap terlihat cahayanya, sekali pun di tempat yang terang. Dan sekarang bintang-bintang itu menghiasi langit-langit kamarku, menemaniku melewati malam-malam penuh kerinduan.

“Kalau ada seribu bintang yang kau lihat di langit, salah satunya pasti adalah diriku. Jika ada seratus bintang yang terlihat, maka salah satunya adalah diriku. Jika ada sepuluh bintang yang terlihat, maka salah satunya adalah diriku. Jika hanya ada satu bintang yang terlihat, maka itu adalah diriku. Bahkan jika tak satu pun bintang yang terlihat di langit, maka percayalah aku akan tetap ada. Karena aku ada di hatimu.”
Kau pernah mengatakan hal itu padaku di suatu malam penuh bintang. Waktu itu aku menertawakanmu, ku bilang kau sok puitis. Kau hanya tersenyum sambil tetap memandangi langit. Sekarang aku sadar, kau sebenarnya memang tipe cewek romantis.

Aku kangen melihat bintang bersamamu, Re. Sudah berhasilkah kau menghitung jumlah bintang yang ada di langit? Sudah berapa banyak letak rasi bintang yang kau temukan? Atau mungkin kau sudah tak lagi menyukai bintang?

Reina... mungkin kau benar, cinta itu tidak hadir hanya karena terbiasa bersama. Karena sesungguhnya cinta adalah perasaan bukan suatu kebiasaan. Tapi kau harus tau bahwa untuk membina suatu hubungan kita tetap butuh ruang dan waktu kebersamaan. Dan itu yang tidak kita miliki ketika akhirnya jarak memisahkan kita.

Ini tentangmu. Aku memang masih mengingat semua hal tentang dirimu. Padahal aku yang melepaskanmu. Ntahlah kenapa bisa begitu. Terkadang ada beberapa hal di dunia ini yang tak selalu bisa dimengerti, maka biarlah kenyataan yang akan menjawabnya nanti. Aku tau ini akan sulit, bukan cuma bagimu tapi juga bagiku. Tapi lama-lama kita akan terbiasa dan bisa menyikapinya dengan biasa-biasa saja.

Maafkan aku, Re...


=Ryan=



Bengkulu, 29 Okt 2011

21 Okt 2011

Fragmen: Suatu Hari Di Sebuah Sudut Cafe

Diposting oleh Drina at 19.50 0 komentar

Doaku: “Tuhan, aku berharap bisa bertemu lagi dengannya walau hanya sekali dan untuk terakhir kalinya.”

Doaku terkabul. Setelah setengah tahun tak bertemu, akhirnya hari itu dia menghubungiku dan meminta untuk bertemu.
Kami duduk berhadapan di sebuah sudut cafe, hanya berdua. Membiarkan sang waktu merambat perlahan meninggalkan detik menuju menit, tetap dalam diam dan pikiran masing-masing. Aku tak mengerti kenapa akhirnya memutuskan untuk datang dan menemuinya. Sedikit terbesit sebuah penyesalan dalam hatiku. Rasanya aku ingin pergi dari tempat ini dan  meninggalkannya seorang diri.
“Melamun?”
Aku tersentak.
“Kau tak berubah sedikit pun, Re.”
Aku menatapnya dalam.
“Apa yang kau lamunkan?” tanyanya lagi.
“Kau...” Aku kaget mendengar suaraku sendiri, yang walau hanya sepintas lalu tapi terdengar cukup jelas. Tanpa sadar kedua tanganku ikut tergerak menutup mulutku, seolah-olah tak ingin ada lagi kata yang keluar.
“Aku?”
Aku tak bersuara.
“So... beritahu aku apa yang kau pikirkan tentangku?”
“Sudahlah, tak penting!” ketusku.
Lelaki itu membuang pandang ke arah jalan, wajahnya terlihat tanpa ekspresi. Aku jadi menerka-nerka apa yang sebenarnya ia pikirkan. Sejak lama, sewaktu pertama kali aku mengenalnya, hingga kebersamaan itu berakhir dengan begitu saja, aku merasa tak pernah benar-benar mengenalnya. Sosoknya begitu misterius, sikapnya selalu membuatku tersesat dalam tanda tanya-tanda tanya yang tak pernah menemukan jawaban.
“Re...” Dia kembali memandangku.
Pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan. Mendadak aku merasa gelisah. Aku jadi tak sabar menanti kata-kata yang akan diucapkannya.
“Aku tak pernah menyesal mengenalmu, Re. Tapi...” kalimat itu menggantung.
Seperti ada sesuatu yang menghimpit dadaku, membuat aku merasakan sesak dan kesulitan bernafas. Sudah cukup bagiku untuk memahami kata “tapi” yang diucapkannya. Hanya saja aku tetap menunggu dia menyelesaikan kalimatnya. Tapi apa? katakanlah.
“Tapi...???”
“Kau terlalu baik untukku.”
Aku menggeleng, “Aku tau bukan itu alasannya.”
“Percayalah.”
“Mungkin sebaliknya, kau merasa aku tak terlalu baik untukmu.”
“Re, tolong jangan sinis begitu.”
Kali ini aku yang membuang pandangan ke arah jalan, sibuk menahan gejolak hatiku yang tak menentu. Ah kenapa hari ini aku menemuinya?
“Aku sedih harus melepaskanmu, Re.” Lelaki itu berkata lirih.
Tunggu dulu, apa katanya tadi? Melepaskan? Aku benar-benar tak mempercayai pendengaranku, bagaimana mungkin dia mengatakan hal itu. Melepaskan sesuatu yang bahkan belum pernah terikat, apa bisa begitu?
“Mungkin akan lebih baik jika aku melepaskanmu, agar kau tak lagi berharap dan bisa membuka hatimu untuk orang lain.” Katanya seakan-akan dia tau bagaimana perasaanku padanya.
“Ryan...”
“Maafkan aku, Re...”
Aku menarik nafas untuk kesekian kalinya. Entahlah, aku tak tau harus berkata apa.
“Sejujurnya, kau pernah ada di hatiku. Kau begitu berharga, karena itu aku tak ingin menyakitimu.”
Pernah ada? Pernah, berarti sekarang tidak lagi .  Hal itu tak penting lagi dia katakan padaku, bila saat ini aku tak ada lagi di hatinya. Berharga? Seberapa penting aku bagimu, Yan? Mungkin “penting” tapi sepertinya tak cukup berarti. Tak ingin menyakitiku? Dan dengan mengatakan hal ini semua kau telah sukses menyakitiku.
“Re...” panggilnya pelan.
“Kenapa?”
“Kau melamun lagi?”
Aku memaksakan sebuah senyum.
“Sudahlah, Yan. Lupakan apa pun yang pernah terjadi selama ini. Toh kita tak pernah terikat oleh sebuah hubungan. Kita hanya berteman, just friends.”
Sungguh aku sangat membenci diriku yang selalu bersikap sok bijaksana seperti saat ini. Dan kebencian itu semakin besar begitu menyadari bahwa apa yang ku katakan adalah benar adanya, “kami hanya berteman”. Sesuatu yang seharusnya ku sadari sedari awal sehingga aku tak perlu berharap apa pun dari kebaikan dan sikap manisnya selama ini padaku.
“Kau tak marah?” Ryan memastikan.
Baiklah aku tanyakan pada hatiku dulu. Marah? Apakah aku berhak untuk marah? Ya, mungkin aku berhak untuk marah. Tapi benarkah aku marah? Dan aku tau jawabannya adalah tidak.
“Tentu saja tidak.”
“Benarkah?”
Aku mengangguk mantap. Kulihat sebuah senyum terukir sempurna diwajahnya. #
Setelah hari itu aku benar-benar tak pernah lagi bertemu atau berhubungan dengannya. Seperti yang dikatakannya, Ryan benar-benar melepaskanku. Dia pergi dari kehidupanku, menghilang. Kalian mau tau bagaimana perasaanku setelah hari itu? Lega! Benar kata pepatah, “Seberapa besar pun dia menyakitimu, cinta yang kau punya akan mampu membuatmu memaafkannya”.

15 Agu 2011

Aku [tak] Cantik Hari Ini

Diposting oleh Drina at 10.16 0 komentar

Lama sudah tak ku lihat
Kau yang dulu ku mau
Kadang ingat kadang tidak
Bagaimana dirimu

Kau cantik hari ini
Dan aku suka
Kau lain sekali
Dan aku suka

Entah ada angin apa
Kau berdiri di sana
Berhenti aliran darahku
Kau menatap mataku



Itulah sederet bait lagu “Kau cantik hari ini” yang dinyanyikan oleh Lobow. Lagu dengag lirik sederhana ini telah membuatku jatuh hati sejak pertama mendengarnya.  Berharap ada seseorang yang akan menyanyikan lagu tersebut khusus untukku setiap harinya hehehe *ngarep*

Aku bukanlah cewek feminin yang pintar dandan seperti kebanyakan namet2ku. Aku bahkan bisa dibilang rada tomboy. Mungkin ini efek dari nama dan keinginan ortu yang dari dulu pengen banget punya anak cowok. Ditambah lagi, ayahku adalah seorang tentara (ih gak nyambung kali ya hehe...). Sebenarnya aku sering iri dengan wajah namet2ku yang cantik, bersih, cerah dan tentu saja tanpa jerawat bandel yang bertengger di wajahnya. Beda sekali dengan wajahku yang biasa-biasa aja, lengkap dengan ekstra minyak yang membuat wajahku terlihat kusam dan sering banget dihiasi oleh jerawat and the gank L

Suatu hari Yetty (aku biasa memanggilnya dengan sebutan “nyet” tapi bukan monyet loh hehe..) mengajakku ikutan ke salon buat facial. Katanya sih biar wajah bersih berseri merona sepanjang hari (halah). Tentu saja ajakan itu langsung ku tolak, mengingat salon adalah salah satu tempat yang paling ANTI aku datangi. Hanya saja mengingat wajahku yang kusam karena terlalu sering terbakar sinar matahari, akibat perjalananku tiap hari menuju kantor dengan menggunakan motor dan dengan jarak yang tidak bisa dibilang dekat (± 60 KM boo’, lumayan kan?), aku pun akhirnya memutuskan untuk mencoba facial di salon. Maka bersama dua orang teman yaitu Ritut dan Mutz, aku pun mendatangi Rumah Cantik Amanie – sebuah salon kecantikan muslimah.

Hal pertama yang kami lakukan adalah Skin Test dan konsultasi kecantikan. Dari sana didapatkan fakta bahwa kulitku berminyak dan cenderung sensitif.  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan perawatan wajah:-
-            Kulit berminyak sebaiknya menghindari pemakaian bedak padat.
-           Disarankan menggunakan pelembab wajah yang mengandung SPF agar terlindung dari sengatan sinar matahari. Sunblock bisa menjadi alternatif lain.
-           Carilah Facial Foam atau sabun pencuci muka yang tidak terlalu wangi dan sedikit berbusa.
-         Wanita di atas usia 21 tahun sudah diharuskan menggunakan krim malam, yang berguna untuk menutrisi kulit wajah sewaktu tidur.
-        Hati-hatilah memilih kosmetik pemutih karena kandungannya bisa mematikan melamin dan menyebabkan kanker kulit.

Sejauh ini, hal2 di ataslah yang paling aku ingat dari penjelasan Ummi sang pemilik salon.

Sebenarnya aku tak terlalu mengerti masalah perawatan wajah dan segala tetek bengeknya. Bagiku hal itu sama ribetnya dengan memasak (yang juga tak terlalu ku mengerti dan tidak juga ku sukai). Tapi demi membuat wajahku terlihat ‘cling’ maka mau tak mau aku harus sedikit peduli.

Hmmm...tak ku kira ternyata facial membutuhkan waktu yang ‘cukup’ lama, membuatku sedikit gusar. Padahal kedua temanku enjoy and sangat menikmatinya, bahkan mereka mengambil paket lulur juga. Agrrrrrrrrhhhhh....!!! Pengen banget rasanya gua tinggalin tuh anak berdua.

***
aku [tak] cantik hari ini


Tak ada perubahan berarti dengan wajahku setelah facial waktu itu. Mungkin karena baru 1 kali atau mungkin juga karena aku gak ikut2an temanku, si Ibda (yang biasanya ku panggil ritut), membeli produk ‘racikan’ dari ahli kecantikan di salon tersebut (yang untuk ukuran kantongku sih bisa dikatakan mahal). Setidaknya itu membuatku tau yang namanya facial dan memberiku pengalaman ke salon, karena seumur-umur aku baru 1x ke salon waktu nemenin temenku potong rambut.

Sampai suatu hari Ritut menganjurkanku memakai peeling yang dibelinya. Katanya sih peeling itu berfungsi untuk mencerahkan kulit, karena setelah dipakai sel kulit mati di wajah akan mengelupas. Awalnya aku ragu, tapi lagi-lagi mengingat wajahku yang kusam aku pun mengiyakan anjurannya. Apalagi peeling itu cuma dipakai 1-3 kali dalam sebulan.

Maka malam itu berbekal krim peeling dari Ritut aku pun mulai melakukan perawatan wajah sebelum tidur. Reaksi dari krim itu sungguh luar biasa, wajahku dibuatnya perih dan gatal minta ampun sampai-sampai aku gak bisa tidur. Untungnya reaksi itu berangsur-angsur hilang. Aku lega tapi berjanji dalam hati tak akan pernah memakai krim itu lagi sampai kapan pun.

Esoknya aku lihat memang benar kulit di sekitar hidungku mengelupas. Aku tersenyum puas, berharap apa yang dikatakan temanku itu benar dan aku bisa bye bye dengan wajah kusam. Sayangnya harapan itu menguap seiring dengan berjalannya waktu. Siang hari aku kembali merasakan gatal di wajahku. Awalnya aku pikir itu masih bagian dari reaksi krim peeling seperti malam sebelumnya, namun kekhawatiran muncul ketika ku lihat di wajahku timbul bentol2 (bintik2 kecil yg sedikit menonjol) dan berwarna merah. Bahkan wajahku terlihat sedikit bengkak. Aku pikir pasti ada yang salah. Oh my god! Aku [tak] cantik hari ini T_T

Well, menyedikan sekali ketika aku bahkan tak bisa berkata “aku cantik hari ini”, sekedar untuk menghibur diriku sendiri. Karena untuk beberapa hari lamanya aku sadar benar hatiku jelas2 berkata “aku [tak] cantik hari ini” atau lebih parahnya lagi “aku memang [tak] cantik”. Yaaaahh.. walau sebenarnya aku itulah kenyataannya: aku memang tak cantik!

Akhirnya aku memutuskan untuk kembali datang ke salon itu untuk konsultasi dengan Ummi. Salahku juga kali ya kenapa langsung pake aja tuh produk tanpa bertanya dulu pada sang ahli, padahal jelas2 aku tau jenis kulit wajahku dan Ritut beda. Bukan tak mungkin kan kalo krim peeling itu tidak cocok untuk semua jenis kulit. Malah kebanyakan produk kecantikan itu dibedakan sesuai jenis kulit. Sialnya sebagai orang yang cuek dan tak mengerti masalah kecantikan, aku sama sekali tak memperhatikan hal itu.

Ok, dengan kulitku yang cenderung sensitif aku memang seharusnya berhati-hati dan pilih-pilih jika menggunakan produk kecantikan. Jika tidak beginilah akibatnya: ALERGI. Maka untuk mengatasi hal tersebut aku diberi krim anti iritasi dan disarankan meminum antibiotik. Alhamdulillah manjur, bentol2 di wajahku hilang dan tak lagi gatal. Bukan hanya itu, dalam beberapa hari wajahku pun tak terlihat kusam lagi. Walau begitu aku kapok gak mau nyoba lagi pake produk kecantikan selain dari yang biasa aku pakai.

Biarlah aku [tak] cantik hari ini asal hari-hari lainnya aku tetap cantik hehehe :P


2 Jun 2011

Lomba Dunia Maya – Fat, Gadis Kecil Yang Memanggilku Tante

Diposting oleh Drina at 09.34 0 komentar


Selepas magrib aku menyalakan laptopku, lengkap dengan koneksi internet yang terhubung melalui benda kecil bernama modem. Lalu mengklik icon Mozilla Firefox dan beberapa website (yang memang sengaja tak pernah ku log out) lansung terbuka; Yahoo mail, facebook, blog milikku dan beberapa blog lain yang aku ikuti. Bengong! Tak seperti biasanya malam ini aku hanya menatap layar monitor tanpa melakukan apa-apa. Aku kehilangan selera untuk menjelajahi dunia mayaku, hal kedua yang selalu menyedot perhatianku setelah buku.
Aku membiarkan laptopku menyala, meninggalkannya dalam kamar kos yang tak terkunci. Aku keluar untuk makan, lapar!
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, aku tak ingat. Aku sengaja tak menghitung  waktu, tak ingin merasakan lamanya waktu merambat dari detik ke menit menuju jam. Aku kembali ke kamarku ketika itu, hanya untuk mematikan laptopku. Ada obrolan dari seseorang tapi akunnya sudah offline, mungkin bosan karena terlalu lama menunggu balasan dariku.
>  assalamu'alaykum...
>  tante adrina apa kabar..

Aku mengklik tanda silang di bagian atas sebelah kanan browser Mozilla ku. Lalu menshutdown laptopku, membereskannya dan memasukannya ke dalam tas yang telah aku persiapkan. Dua orang teman telah menunggu di luar, kami akan ke kantor malam ini. Bukan, ini tak bisa disamakan dengan lembur, karena tak ada uang overtime-nya:P
Sesampai di kantor aku kembali menyalakan laptopku, menyambungkannya dengan koneksi internet, membuka Mozilla Firefox dan lagi-lagi membiarkannya begitu saja tanpa melakukan apa-apa. Bengong! Ah kenapa dengan diriku? Aku jadi melamun, entah apa yang aku pikirkan. Tiba-tiba aku seperti diingatkan pada sesuatu. Fatimah Al Qubro, siapa dia? Kenapa menyapaku dengan panggilan Tante Adrina? Aku tak merasa pernah mengenalnya, atau mungkin aku lupa. Ah sudahlah...
“Pinjem,” kata salah seorang dari temanku, mengambil alih laptopku.
Dia mengklik Opera tanpa berniat menggugat daerah private di Mozilla ku. Biarlah, toh aku sama sekali tak berniat mengotak-atik benda kesayanganku itu. #

Aku pulang satu setengah jam kemudian, menemui dinding kamar kos yang menyimpan kesunyian. Aku mencoba menikmati kesendirianku malam ini. Sayang malam ini langit tak berbintang, aku tak menemukan kerlipnya. Walau aku tau bintang-bintang itu tak pernah pergi meninggalkanku, ia hanya tersembunyi di balik awan pada pekat malam. Tetap saja aku kesepian.
Laptopku menyala, menampilkan halaman profil akun facebook miliku sendiri. Semenit...dua menit...tiga menit...sepuluh menit...lima belas menit... ya waktu terus bergulir. Aku menuliskan sesuatu di statusku, menunggu orang lain berkomentar. Hanya menunggu tanpa berniat melakukan aktivitas lainnya. Aku tak memperdulikan beberapa teman yang menyapa lewat chat, malas. Tapi seseorang kembali mengusikku, seseorang yang tadi memanggilku dengan sebutan Tante Adrina.

>    assalamu'alaykum...
>    tante adrina...
>    belum bobo...

>    wa'alaikumsalam
>    belum
>    hmmm... ini siapa ya?

>    ini fat tante...
>    inget nggak...

Aku mengernyitkan dahi, mencoba membuka memoriku tentang nama tersebut. Aku tetap tak dapat mengingatnya. Hanya ada seorang Fatimah yang ku kenal, adik tingkatku semasa sekolah dulu. Aku rasa bukan dia, mengingat pemilik akun ini memanggilku dengan sebutan tante.
>    fat?
>    maaf gak inget hehe..

Tak ada jawaban. Aku mulai penasaran. Siapakah gerangan sosok bernama fatimah ini. foto profilnya menampilkan gambar seorang gadis kecil yang menggemaskan, tanpa senyum.
>    fat...

>    iyah tante...

>    fat anak siapa?

>    anak nya abi sama umi...

>    hahaha...

Tawaku meledak seketika saat mengetahui jawabannya. Polos! Ciri khas anak kecil. aku jadi merasa tolol menanyakan hal tersebut.
>    iya, nama abi sm umi nya siapa?

>    lho...
>    abi fat kan sepupunya tante...
>    kok nggak tahu namanya sih tante...

Penasaran, kali ini aku benar-benar penasaran. Seingatku tak seorang pun keponakan dari Sepupuku yang memanggilku tante, semua memanggil ‘bunga’, sebutan bibi untuk anak tengah seperti diriku.
>    sepupu?
>    hayo gak boleh bo'ong loh, ntar hidungnya panjang kaya' pinokio

Aku tersenyum sendiri melihat pilihan kataku, ingat cerita Pinokio yang sering diceritakan ibu sewaktu aku masih kecil. Pinokio, si boneka kayu yang berubah jadi anak kecil dan hidungnya selalu bertambah panjang ketika berbohong.
Tapi ruupanya gadis kecil ini lebih tertarik membahas tentang diriku daripada pinokio. Aku merasa sedikit kecewa. Hanya sedikit.
>    abi bilang...
>    fat ini tante adrina...
>    sepupunya abi...

Adrina? Hanya ada seorang yang suka memanggilku dengan nama Adrina. Tapi orang itu bukan sepupuku dan sama sekali belum menikah.
>    berarti abi fat yg bo'ong...
>    ntar kalo ketemu biar tante jewer kupingnya

Aku merasakan ada kebohongan di sini. Ya diantara mereka pasti ada yang berbohong, Fat atau ayahnya.
>    abi nggak pernah boong...
>    fat benci tante bilang abi boong...
>    tante jahat...
>    jahat...

Reaksi Fat di luar dugaanku, aku terkaget-kaget dibuatnya. Aku pikir dia akan tertawa karena sebelumnya aku bilang akan menjewer telinga ayahnya.
>    ya, maaf...
>    udah, fat tidur aja. udah malam.
>    anak kecil gak boleh tidur terlalu malam

Tiba-tiba aku kehilangan mood lagi, padahal aku mulai menikmati obrolan kami. Aku menyerah, segera ingin mengakhiri pembicaraan kami. Aku sedang malas berdebat apalagi dengan seorang anak kecil. Hmmm.. ya anak kecil, setidaknya itulah kesimpulanku setelah melihat profilnya.
Wait! Aku melirik sekilas jam di sudut pinggir bawah monitorku, sudah lewat jam sepuluh malam. Mana ada orang tua yang membiarkan anak sekecil Fat bermain-main di dunia maya hingga selarut ini. Anak kecil??? Sepertinya aku yang terlalu bodoh, mau saja percaya kalau dia seorang anak kecil.
>    tante jahat

>   maaf fat, tante salah
>   tante pamit ya
>   wassalam...

Biarlah aku simpan rasa penasaranku. Suasana hatiku semakin memburuk ketika Fat menyebut diriku jahat. Lebih tak bisa menerima karena aku dibenci oleh orang yang sama sekali tak ku kenal.
>    tante...
>    temenin fat donk...
>    umi bilang tante jago cerita...
>    ceritain fat sesuatu donk..
>    fat belum bisa bobo..

Aku belum sempat offline ketika ku lihat Fat kembali menulis sesuatu. Siapakah sebenarnya dia? Ah... sepertinya dia telah mencuri hatiku. Aku tidak suka anak kecil dan tak pernah mau terlalu lama meladeni celoteh mereka yang menyebalkan. Tapi Fat tidak sama seperti anak kecil lainnya, dia berbeda. Mungkin karena sebenarnya Fat bukanlah anak kecil. Entahlah, aku sedikit tak yakin dengan analisaku sendiri.
Ada sesuatu yang mendorongku untuk membalas obrolannya lagi...
>    tante gak bisa
>    umi fat pasti lebih jago cerita

>    umi bilang...
>    tante jago nulis...
>    tante itu fiksi imajiner...

Sok tau sekali anak ini, tau apa dia tentang fiksi imajiner. Kalau pun benar ibunya pernah mengatakan hal itu, aku tak yakin Fat bisa mengingat dan menyebutkannya lagi dengan ejaan yang benar seperti kali ini
Kesimpulanku: Fat bukan anak kecil!
>    gak kok
>    eh umi sm abi fat mana?

>    abi udah bobo tante...
>    umi masih ngerjain sesuatu di laptop nya...

Orang tua seperti apa mereka, yang satu tidur dan yang satunya lagi sibuk sendiri. Sementara anaknya dibiarkan asyik berinternet ria sampai selarut ini. Kasihan Fat... Aku tak akan membiarkan hal tersebut terjadi bila aku nanti telah berkeluarga dan punya anak.
>    fat bobo sm abi ya...
>    besok dilanjutin lagi
>    udah malam sayang, ntar kesiangan loh.

>    nggak kok tante...
>    kalo subuh...
>    umi suka bangunin fat...

>    tapi ntar fat ngantuk loh, jd malez bangun...
>    kalo kurang tidur ntar fat bisa sakit
>    kasihan donk umi sm abi
>    tidur ya...

Aku berusaha membujuknya untuk tidur, bukan karena aku sudah mengantuk tapi lebih karena rasa kasihanku. Kalau boleh memilih aku malah ingin mengobrol dengannya lebih lama lagi, biar aku ada teman dan tak merasa kesepian.
>    belum bisa bobo...
>    habis umi juga belum bobo...
>    nanti nungguin umi...

>    pasti umi lebih senang fat bobo drpd nungguin umi.
>    kalo fat gak bisa bobo, lampu kamarnya dimatiin deh. truz baca doa dan pejemin mata. pasti ntar fat bisa bobo

>    ini udah tiap malam tante...
>    fat susah bobo...
>    bobo nya kalo dipeluk umi...

>    hmmm... kalo gitu fat bilang sama umi buat peluk fat dulu sebentar

Aku masih membujuknya.

>    tadi sih udah...
>    fat masih mau main...

>    kok gitu?

>    kayak nya fat ini anak umi banget...
>    susah bobo...

>    bilangin sm umi, kerjaannya lanjutin besok aja. jadi fat sm umi bisa bobo sama2...
>    udah malam, tidur y fat...

>    ini umi yang udah ngatuk nungguin fat...
>    itu udah bobo di permadani...

Aku bingung! Sebenarnya ibu atau anaknya yang gak bisa (atau belum mau) tidur. Siapa yang menunggu siapa?
>    truz kenapa fat blm mo bobo?

>    fat masih menyelsaikan tulisan fat...

Hebat, gadis kecil ini sudah bisa membuat tulisan. Bukan meremehkan Fat, tapi kali ini aku merasa benar-benar dibodohi, dikerjain habis-habisan sama orang yang memanggilku Tante Adrina itu. Terlanjur, baiklah aku ikutin saja permainan ini.
>    wuah fat suka nulis?
>    nulis apa?

>    nulis yang fat liat waktu jalan sama umi...
>    tema nya tentang apa aja yang fat liat...

>    asyik dunk sering jalan2...
>    fat mau gak kapan2 jalan sm tante?

>    iya donk...
>    mau...
>    umi bilang kita bakal ke bengkulu...

Oke, orang ini mengenalku. Aku yakin seratus persen. Keki. Hikz... T_T
>    nah kalo fat mau jalan2 sm tante, sekarang fat bobo dulu ya :-):)

>    eh tante...
>    kemaren ditanyain sama makcik...
>    pacar tante sekarang siapa...
Fat mengalihkan pembicaraan, anak kecil ini belum mau tidur rupanya.
Pacar??? Aku tersenyum getir mengeja kata itu.
>    ih masih kecil kok udah ngomongin pacar2an...

>    ye... tante...
>    itu juga makcik yang nanya...
>    jadi mau dijawab apa sama makcik besok...

Makcik? Aku jadi ingat seseorang, dia mendapat panggilan pakcik dari keponakannya. Tapi bukankah ada banyak orang yang mendapat panggilan begitu?
>    makcik fat yg mana sih? tante jd bingung
>    kalo dia nanya bilang aja gak tau, suruh tanya sendiri sm tante

>    itu lho...
>    makcik aisy...
>    iya deh kalo gitu...

>    kayaknya tante gak kenal sm makcik aisy...
>    tapi tante titip salam deh

>    lho bukan nya umi sama makcik temennya tante yah...

>    hmmm.. tante lupa,
>    maaf y fat...
>    skrg fat bobo ya...

Aku mulai capek mengikuti obrolan ini, tapi tetap tak bisa mengakhirinya.
>    tante...
>    ada om yang mau kenal tuh...
>    mau nggak dikenalin...
>    biar jadi temen nya tante...

>    :-):)

Aku hanya mengirimkan smiley. Dasar anak kecil sok tau. Ah.. aku seperti lupa pada kebenaran yang aku simpulkan sebelumnya: Fat bukan anak kecil.
>    om nya baik tante...
>    suka beliin fat es krim...
>    dingin...
>    manis...

>    alhamdulillah dunk kalo punya om baik
>    fat jg harus baik sm om nya ya

>    ini fat mau bantuin om dapet temen...
>    dia suka jalan sendirian...
>    kasihan...

>    kalo gitu fat temenin om nya donk biar gak jalan sendirian

>    tante mau kenalan nggak...???
>    ayo...

o    nanti om nya gak mau kenalan sm tante hehehe...
o    nah skrg fat bobo aj dulu y
o    udah tengah malam loh.

Aku mencoba mencari celah untuk mengakhiri pembicaraan.
o    dia mau kok...
o    kenal sama om haryanto nggak tante...

Keukeuh!
>    fat bobo dulu y sayang...
Aku lelah...
>    om haryanto titip salam tuh tante...

>    iya, walaikumsalam
>    nah skrg fat bobo ya...

>    hhhuuuuaaa....
>    ngantuk...
>    fat bobo ya tante...

Akhirnya... aku menarik nafas lega.
>    nah gitu donk
>    jangan lupa baca doa

>    bismika allahuma amut wa ahya...
>    assalamu'alaykum...

>    met bobo fat, smg mimpi indah
>    walaikumsalam

Offline! Rasa penasaranku tak terjawab. Sudahlah...
Aku baca sekali lagi riwayat obrolanku bersama Fat. Lalu tersenyum kecil ketika menyadari bacaan doanya yang terbalik. Bisa saja itu disengaja untuk meninggalkan kesan bahwa Fat memang anak kecil, atau mungkin juga memang sosok dibalik Fat itu tak menyadari kalo bacaannya salah.
Aku berbaik hati mengoreksinya,
>    bismika allahumma ahya wa amut
>    semoga besok2 fat gak terbalik lagi baca doanya :-):)

Aku masih terduduk di depan laptopku setelah pembicaraan kami berakhir. Aku tak perduli malam telah begitu larut, mataku belum mengantuk. Aku tak tau harus melakukan apa selain menatap layar monitor. #

Sejak malam itu aku selalu rutin membuka akun facebook milik Fat, menanti lampu kecil berwarna hijau itu berkedip, berharap dia muncul dan menyapaku dengan panggilan Tante Adrina lagi seperti sebelumnya. Aku tak tau kenapa, tapi aku merindukan gadis kecil itu.
Fat, mungkin tak ada yang istimewah dari obrolan kami sebelumnya. Hanya saja aku seperti menemukan ‘sesuatu’ dari dirinya. Aku telah membuang jauh rasa penasaranku, aku lebih memilih untuk tidak mengetahui sosok Fat yang sebenarnya asal aku tetap bisa menikmati kebersamaan kami. Tak perduli mungkin sosok yang bersemunyi dibaliknya mungkin menertawakanku. Yah.. aku akan tetap  menanti Fat  menyapaku lagi. Mungkin tidak kali ini tapi pasti suatu hari nanti.
 

Peoplecuek's Blog Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | Best Kindle Device