28 Agu 2010

Traffic light (Sebuah Pelajaran di Persimpangan Lampu Merah)

Diposting oleh Drina at 16.38
Hari Pertama
Siang ini saya mengendarai motor kesayangan saya menuju ke Bank Danamon. Ketika melewati simpang 5, ternyata lampu lalu lintas sedang memamerkan warna merah menyala, seolah tak peduli mentari yang bersinar begitu terik di bulan puasa seperti sekarang ini. Saya pun berhenti dan dengan sedikit tak sabar menanti lampu berganti menjadi hijau.
Tiba-tiba seorang pengendara motor berhenti di sisi kiri saya, sedikit agak dibelakang. Motornya begitu dekat (terlalu rapat malah), membuat saya sedikit risih. Gila nih orang mepet banget sih. Duh jangan-jangan pencopet, ntar giliran lampu hijau tas gue ditarik lagi. Tanpa berniat menoleh saya mempererat dekapan tas yang bertengger di lengan kiri saya.
Sesaat kemudian pengendara yang ada di depan saya memajukan sedikit motornya. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Saya berniat untuk maju supaya dapat menghindari pengendara motor di sisi kiri saya. Cari aman aja deh! Pikir saya saat itu. Tapi belum sempat saya maju, tiba-tiba pengendara motor itu berseru:
“Hei, sombong banget sih?”
Suara itu! Yah tentu saja saya kenal. Saya menoleh cepat ke sisi kiri saya, ternyata Mercon. Dia salah seorang teman saya. Astaghfirullah, lagi puasa gini saya masih bisa berprasangka buruk. Maaf...maaf... saya jadi ngerasa bersalah.
“Sombong!” katanya lagi.
“Hehehe...” saya cuma bisa nyengir (malu banget deh gue :P )
“Maap con, kirain tadi siapa abiz gak ngeliat sih hehehe..”
“Makanya jadi orang tuh jangan cuek napa?”
Lagi-lagi saya cuma bisa nyengir. Saya yakin saat itu wajah saya merah karena malu. Mau gimana lagi, kebiasaan kali ya! Lalu saya mulai bertanya ini itu, yah...sekedar basa-basi lah (padahal dalam hati sibuk berdoa agar lampu hijau segera menyala biar bisa cepat-cepat ngabur).*

Hari Kedua
Pagi ini saya buru-buru ke kantor karena takut telat, kebetulan saya yang bawa kunci kantor (kan gak lucu kalo saya datang telat?). Sayang di sebuah persimpangan laju motor saya harus terhenti karena lampu merah. Kejadian itu kembali terulang lagi. Seorang pengendara motor lagi-lagi berhenti di sisi kiri saya (gak begitu rapat seperti sebelumnya sih), kali ini pun saya cuek saja tanpa bermaksud menoleh. Bukankah hal yang biasa bila di lampu merah semua pengendara motor/mobil berhenti.
“Rie...” si pengendara mencolek lengan saya.
Saya kaget sekali dan spontan menoleh ke orang tersebut. Ternyata si Tomek, sahabat saya. Saya tertawa, ingat kejadian kemarin. Untung kali ini saya tidak cepat-cepat berprasangka.
“Kenapa sih?” heran Tomek melihat saya.
Dalam waktu yang singkat itu (selama menunggu lampu hijau menyala) saya pun menceritakan kejadian kemarin pada Tomek. Dan kami pun tertawa bersama tanpa peduli orang-orang pada ngeliatin.

Hari Ketiga
Siang ini saya disuruh bos ke kantor pos buat beli materai. Lagi-lagi di jalan saya terjebak lampu merah. Hal biasa yang terjadi dan saya memang sudah terbiasa. Tanpa saya sadari seorang anak kecil menghampiri saya.
“Numpang sampe’ simpang Padang harapan ya mbak?”
“Hah?!” kaget saya dibuatnya.
“Boleh mbak?” katanya memohon.
Siapa sih? Kayaknya gak kenal deh. Saya berkata dalam hati.
“Duh maaf ya, gak lewat sana. Cuma mo ke kantor pos.” Saya menjawab pelan. Alhamdulillah saya gak harus berbohong untuk menolak permintaan anak itu.
Anak kecil itu pun berlalu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sekilas saya lihat anak itu membawa setumpuk koran. Saya baru sadar kalo anak itu penjual koran. Saya jadi kasihan (dan mungkin sedikit menyesal), padahal apa ruginya memberi tumpangan pada anak itu. Apalagi kalo ternyata dia puasa, kasihan kan kalo dia harus jalan sejauh itu. Tapi saya kan memang gak melewati tempat yang dia sebutkan, saya sedikit membela diri dalam hati.
Ah... Sepertinya jiwa sosial saya masih rendah, saya kurang peka dengan apa yang ada sekitar saya. Kejadian berturut-turut selama 3 hari ini hanya contoh kecil yang membuktikan betapa cueknya saya. Sebanarnya cuma butuh pemikiran yang sederhana untuk memahami bahwa ada pelajaran kecil yang bisa diambil dari kejadian tersebut. Sungguh saya berniat untuk mengubah sifat cuek saya ini, caranya tentu saja dengan mulai peduli pada orang lain dan sekitar saya. Sederhana sekali bukan?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Peoplecuek's Blog Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | Best Kindle Device