“Tebak, sekarang aku ada dimana?”
Begitu telpon aku angkat, seseorang
di seberang sana langsung berteriak. Refleks aku menjauhkan gagang telpon dari
telingaku, lalu berusaha mengingat dan mengenali suara itu. Tapi aku memang
payah dalam hal yang satu ini.
“Yo?” Suara itu membuyarkan
lamunanku.
“Adel?”
Hanya Adel satu-satunya orang yang
memanggilku dengan sebutan Yo.
“Kamu pasti kaget kalo aku bilang
sekarang aku ada di Manado!” lagi-lagi Ia berteriak. Dan kali ini benar-benar
mengagetkanku.
“Apa?!”
“Hmm... jadi kapan kita bisa
ketemu?”
Seseorang diseberang sana yang
ternyata memang Adel, tak begitu menghiraukan kekagetanku.
“Kamu serius?”
“Of course!” katanya begitu
yakin. “Aku bahkan sudah tak sabar pengen liat badut ancol yang pendiam dan
memiliki codet di wajahnya. Haahaha...” Dia tergelak.
Aku ingat beberapa bulan yang lalu
setelah sekian lama tak berhubungan, aku mendapat mention di twitter
dari Adel, sahabat pena yang ku kenal sejak aku duduk di bangku SMA, sekitar 13
tahun yang lalu.
@yoza_ No hape mu masih yg lama kan?
@adL No As masih yang lama kok.
@yoza_ Aku mau ke manado. Kita bisa
ketemu donk.
Begitu tulisnya. Dan itu membuatku
berpikir lama. Antara percaya dan tidak. Tapi dalam kamus seorang Adel tak ada
di dunia ini yang tak mungkin.
@adL Tergantung...
@yoza_ Tergantung apa?
Tuh kan, kayaknya Adel nggak
main-main dengan perkataannya.
@adL Tergantung kamu mau liat cowok
item chubby pemalu yang ada codetnya ngnggak?
@yoza_ Apa pun. Pokoknya aku pengen
ketemu sama sapenku yang aku kenal sejak kelas 3 SMP.
Nekat! Masih belum berubah.
Aku tak lagi membalas mention dari
Adel dan kemudian melupakan semua itu seperti tak pernah terjadi apa-apa.
Lalu sebulan kemudian aku kembali
mendapat mention sewaktu dia tau aku berencana ngambil cuti dan pulang
kampung, melihat ibuku yang sedang sakit. Dia bilang semoga aku cutinya bukan
pas dia ke Manado, karena itu berarti kami nggak akan ketemu. Ketika aku tanya
kapan dia mau ke Manado, dia tetap aja nggak bilang. Cuma mengatakan, semoga
ibuku lekas sembuh. Melihat gelagatnya sepertinya dia sebenarnya nggak mau
kasih tau kapan dia bakal ke Manado, mungkin mau ngasih surprise. Dan
walau aku udah tau kalo dia mau ke Manado, nyatanya barusan aku tetap kaget
waktu tau dia saat ini sudah berada di kota yang sama denganku. Ahhh...
seharusnya aku sudah mempersiapkan diri, tapi kondisi kesehatan ibuku dan juga
kesibukan di kantor telah menyita terlalu banyak pikiranku sehingga aku
melupakan fakta bahwa dalam waktu dekat dia akan datang dan 'mungkin' kami akan
bertemu.
Aku perlu menggaris bawahi kata
mungkin, karena aku tak benar-benar yakin kami akan bertemu. Atau lebih
tepatnya, aku tak yakin akan menemuinya. Kenapa? Ntahlah... tapi aku memang tak
terbiasa bertemu dan menghadapi orang baru apalagi seorang cewek, walau pun
dalam kasus ini Adel adalah sahabat penaku yang telah bertahun-tahun aku kenal.
Aku tak bisa membayangkan jika sampai pertemuan kami diwarnai dengan kekikukan
atau aku yang tiba-tiba jadi salting dan membatu tak tau harus berkata
atau berbuat apa.
Ah... aku jadi melamun.
Aku lihat layar ponselku tak lagi
menyala, sepertinya sambungan sudah lama terputus ketika aku melamun tadi. Aku
bahkan tak menyadari kalau bukan hanya sambungan telpon yang terputus tapi juga
ponselku yang mati karena lowbatt.
Aku membaca mention dari
Adel. Menarik nafas perlahan dan tak tau harus menjawab apa. Haruskah kami
bertemu sekarang? Jujur, aku belum siap. Dan aku tak punya alasan apa pun yang
aku anggap masuk akal agar aku tak menemuinya.
Hei, ada apa denganku? Kenapa
rasanya seperti putus cinta akibat dikhianati seseorang dan belum siap untuk
kembali bertemu dengan (mantan) kekasih yang telah melukai hatinya. Padahal
yang akan aku temui kan cuma seorang Adel, sahabat penaku yang periang dan
bawelnya minta ampun, terlihat dari cerita-ceritanya di surat. Dan lagi sampai
terakhir berhubungan kami tetap tak pernah punya masalah apa pun, hanya memang
kami sudah sangat jarang berkomunikasi. Itu saja.
Dua hari telah berlalu sejak telpon
yang begitu tiba-tiba, sejak mention
terakhir Adel di twitter yang bahkan tidak aku balas, sejak dia mengabarkan
kalo dia ada di Manado, di kota yang sama denganku. Aku nggak tau dia ke sini
dengan siapa dan nginap dimana. Bahkan aku nggak tau ada keperluan apa dia
datang jauh-jauh, sampai harus menyebrang melampaui dua pulau. Nggak mungkin
kan hanya untuk menemuiku?
Aku pamit. Malam ini aku pulang,
meninggalkan Manado tanpa sempat bertemu denganmu. Semoga suatu hari nanti aku
bisa kembali ke sini dan kita bisa bertemu. Walau aku nggak tau ntah kapan.
Aku membaca SMS dari Adel dengan
perasaan yang aku tak tau seperti apa. Lega? atau mungkin merasa bersalah? Tapi
yang aku tau pasti, Adel kecewa.
@yoza_ Jauh-jauh aku ke kotamu
kenapa kita tak bertemu...???
Baiklah, kali ini aku merasa
bersalah. Setelah seminggu berlalu, ternyata dia masih memikirkan hal yang
sama. Sementara aku? Ntahlah...aku tak tau harus berkata apa dan bersikap
bagaimana. Jangan tanya, aku juga tak tau kenapa aku tak menemuinya.
“Mas, ada paket nih.”
Aku mengernyitkan dahi, lalu serta
merta menerima paket yang disodorkan oleh Risky, seorang siswa SMK yang lagi
magang di kantorku.
“Makasih ya.”
Risky mengangguk lalu pamit meninggalkan
kubikel ku.
Aku membolak-balik paket di
tanganku, tapi tak ku temukan nama pengirimnya. Akhirnya aku putuskan untuk
langsung membuka paket itu. Sebuah buku.
Iya, paket itu berisi sebuah buku,
buku kecil dengan judul DUNIA KATA karya M. Fauzil Adhim. Buku yang dulu pernah
aku kirimkan kepada Adel. Buku yang hanya aku pinjamkan bukan aku berikan.
Adel...
Hai kamu, apa kabarmu hari ini?
Lama tak berjumpa sepertinya membuat
kita saling melupa?
Masih ingat buku ini? kau pernah
mengirimkannya padaku beberapa tahun yang lalu. Dulu kau bilang, kau
meminjamkan buku ini untukku agar aku lebih bersemangat menulis dan bisa segera
menerbitkan sebuah buku. Kau juga bilang, aku harus menyimpan dan menjaga buku
ini dengan baik. Someday, bila kita bertemu nanti aku bisa mengembalikannya
padamu. Dan, kau tau? Kalimat itu menumbuhkan harapan bagiku, menambah
keyakinan kalau kita akan bertemu suatu hari nanti. Walau tak ada yang tau
kapan itu akan terjadi.
Sekarang buku ini aku kembalikan,
walau kita belum dipertemukan oleh Tuhan. Aku hanya merasa tak berhak lagi
menyimpannya. Apalagi saat ini aku sudah sangat jarang menulis. Sepertinya aku
memang tak berbakat menjadi penulis ya?
Well, seperti yang pernah aku
bilang. Segala sesuatu bisa terjadi dengan izin Tuhan, di dunia ini tak ada
yang tak mungkin. Jadi bila kali ini kita belum dipertemukan, mungkin lain
kali. Iya kan? Ini hanya soal waktu. Dan aku masih akan terus menunggu hingga
waktu itu tiba. Semoga...
Sahabatmu,
Adelia
Dan aku, masih tak mampu
berkata-kata.
0 komentar:
Posting Komentar